NASA MANFAATKAN GMT DI INDONESIA UNTUK PELAJARI CUACA MATAHARI

Penampakan gerhana matahari total dari kapal Bakamla (detikcom/Hasan Al Habshy)

Peristiwa astronomi tak biasa, Gerhana Matahari Total (GMT) menjadi perburuan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Bagi NASA, Gerhana Matahari Total yang hanya bisa disaksikan secara sempurna di Indonesia ini bisa digunakan untuk mempelajari cuaca matahari. 

Dituturkan salah satu ilmuwan NASA kepada media Amerika Serikat, CNBC, Rabu (9/3/2016), Gerhana Matahari Total di Indonesia memiliki kombinasi langka, karena terjadi di populasi padat penduduk. Ada dua jenis gerhana matahari, yakni Gerhana Matahari Total dan Gerhana Matahari Annular, yang berbentuk seperti cincin.

Orbit bulan pada bumi berbentuk oval, bukan bulat sempurna, sehingga bulan berada di jarak berbeda-beda dari bumi setiap waktu. Saat Gerhana Matahari Annular terjadi, bulan berada dalam jarak terlalu jauh dari Bumi dan terlalu dekat dengan matahari, sehingga sulit menutup seluruh bagian matahari dari pandangan. Pinggiran matahari terus bersinar dengan bagian tengah tertutup bayangan bulan sehingga membentuk cincin emas tipis. 

Sedangkan saat Gerhana Matahari Total terjadi, bayangan bulan menutup matahari dengan sempurna dan hanya menyisakan lingkaran tipis di sekitar pinggiran matahari. Pinggiran matahari itu disebut limb, sedangkan lingkaran tipis yang bersinar di sekitar bayangan gelap bulan disebut korona.

Kedua jenis gerhana itu sama-sama menakjubkan untuk disaksikan. Namun hanya Gerhana Matahari Total yang cukup gelap hingga membuat para ilmuwan lebih jelas dalam mengamati korona.

"Kami memiliki beberapa instrumen yang disebut coronagraph di bumi dan di luar angkasa yang menciptakan gerhana buatan, tapi mereka tidak sebagus yang alami. Kita tidak bisa sedekat itu dengan permukaan matahari seperti alam," sebut Wakil Direktur Ilmiah pada Divisi Ilmiah Heliophysics yang tergabung dalam Goddard Space Flight Center NASA, Alex Young kepada CNBC.

Heliophysics merupakan studi yang mempelajari efek matahari di dalam sistem tata surya. Dijelaskan Young, bahwa Gerhana Matahari Total mampu menunjukkan area di pinggiran matahari yang menjadi lokasi terjadinya seluruh aksi di pusat tata surya itu. 

Di area itu, lanjutnya, matahari memproduksi fenomena cuaca matahari atau solar weather, seperti kilatan api matahari atau letupan massa korona. Di area itu, menurut Young, juga menjadi lokasi terbentuknya angin matahari atau solar winds.

Young menyebut, fenomena-fenomena itu penting untuk dipahami karena bisa berdampak pada sistem tata surya lainnya termasuk bumi. Cuaca matahari dan letupan di permukaan matahari bisa berdampak pada satelit dan bahkan menciptakan radiasi berbahaya bagi astronot di luar angkasa.

"Itulah mengapa sangat penting untuk memahami mengapa hal-hal seperti ini terjadi. Dan mungkin suatu hari, kami bisa memprediksinya (cuaca matahari), sama seperti kami memprediksi cuaca di bumi," terang Young.


sumber: detik.com

0 Response to "NASA MANFAATKAN GMT DI INDONESIA UNTUK PELAJARI CUACA MATAHARI"

Post a Comment