SAAT MAHASISWA MENJAGA SENI TRADISI ACEH

Sanggar TIK Politeknik Negeri Lhokseumawe, berlatih, Minggu (27/3/2016) KOMPAS. COM/MASRIADI

Sembilan penari serius menggerakkan tubuh, tangan dan kepalanya di Balai Pertemuan Lapangan Hiraq, Lhokseumawe, Aceh, Minggu (27/3/2016) sore. Dua pria penabuh rapa’i (alat musik tradisional Aceh) duduk dengan alat musiknya.

Sedangkan seorang wanita lainnya memandu dengan menyanyikan beberapa lantunan lagu. Gemuruh hentakan rapa’i mengiringi sembilan penari itu. Mereka adalah penari Sanggar Teknik Informatika (TIK) Politeknik Negeri Lhokseumawe, Aceh.

Sejak dua tahun lalu, mahasiswa yang sehari-hari bergelut dengan kecanggihan teknologi informasi sepakat mendirikan sanggar tari itu.

Mereka fokus pada tiga tarian yaitu Tari Ranup Lampuan, Ratoh Jaroe dan Tarek Pukat. Ketiga gerakan tarian itu dilatih berulang kali. Sehari dalam sepekan mereka berkumpul di lapangan itu.

KOMPAS. COM/MASRIADI
Sanggar TIK Politeknik Negeri Lhokseumawe, berlatih, Minggu (27/3/2016)

“Kami ingin menjaga tradisi ini. Selain itu, seni tradisilah salah satu cara untuk mengikuti pertukaran antar pelajar di berbagai negara. Kami fokus di seni tradisi, bukan kontemporer,” ujar Ketua Sanggar TIK Politeknik Negeri Lhokseumawe, Rahmania kepada KompasTravel.

Dara hitam manis yang kerap disapa Nia itu mengaku mereka patungan untuk membiayai kegiatan itu. Membeli minum untuk latihan pun kerap diambil dari dana patungan.

Sesekali, pembina sanggar itu Ismaniar Ishal, memberikan dukungan berupa dana untuk mereka latihan. Semangat menjaga tradisi di benak remaja Aceh ini patut dibanggakan.

“Kami ingin seni ini terus berjalan. Meski kami dari kalangan teknik, bukan berarti kami tidak peduli pada seni tradisi. Kami ingin tarian tradisional hidup dan lestari di Indonesia,” sebut Caesar, sang penabuh rapa’i.

KOMPAS. COM/MASRIADI
Sanggar TIK Politeknik Negeri Lhokseumawe, berlatih, Minggu (27/3/2016)

Jika hendak pementasan, mereka meningkatkan frekuensi latihan. Saban pekan tiga hari mereka berkumpul untuk mencocokkan gerakan dan bunyi tabuhan rapa’i.

“Kami mentas di Politeknik. Suatu hari mungkin kami mentas di luar kampus,” harap Caesar.

Di sekitar lapangan, sejumlah penonton melihat aksi mereka. Ada yang takjub. Sesekali bertepuk tangan. Di langit mendung mulai menggulung dan hujan mulai turun. Namun mereka tetap berlatih. Demi melestarikan seni tradisi Aceh.



sumber: kompas

0 Response to "SAAT MAHASISWA MENJAGA SENI TRADISI ACEH"

Post a Comment